Selasa
CHA CHA PAYOS"masarakat awan'"
Jumat
Kronologis Tabuik Pariaman
WISATA BUDAYA
Tags: Tabuik Piaman
Kamis
Arak-arakan di Pantai Gondoriah
by. Adela Eka Putra Marza
Puluhan orang menggotong dua patung kuda berkepala perempuan dan bersayap. Patung setinggi 13 meter itu diarak (dihoyak) menuju Pantai Gondoriah. Ribuan pasang mata pengunjung mengiringi patung itu dihanyutkan ke laut. Inilah simbol kesedihan ummat sebagai peringatan meninggalnya Hassan dan Hussein, cucu Nabi Muhammad SAW, dalam Perang Karbala. Setelah sampai di masyarakat Minang, kedua patung itu bernama tabuik.
“Piaman tadanga langang, batabuik mangkonyo rami”. (Pariaman biasanya sepi, karena pesta tabuik makanya ramai).
Kemeriahan pesta tabuik di Pariaman sudah menjadi event wisata tetap. Keramaiannya jauh melebihi Pesta Danau Toba di Sumatera Utara. Ribuan pengunjung selalu memadati Kota Pariaman, Sumatera Barat, setiap tahun. Pesta Tabuik selalu diadakan pada 1 Muharram, Tahun Baru Islam. Tahun ini, jadwal perayaan tabuik jatuh pada tanggal 29 Desember 2008. Tapi puncak pestanya baru digelar pada Minggu, 11 Januari 2009 lalu.
Acara pembukaan pesta tabuik dimulai dengan prosesi mengambil tanah, yang kemudian dilanjutkan dengan pawai ta'aruf dengan melibatkan semua unsur masyarakat; organisasi, murid TPA/TPSA, dan siswa mulai dari SD hingga SLTA yang ada di Kota Pariaman.
Prosesi itu dilanjutkan setiap hari dengan acara yang berbeda, hingga tabuik setinggi sekitar 13 meter selesai dibuat. Rangkaian acara pesta tabuik kontemporer juga diisi dengan sejumlah kegiatan bernuansa budaya dan seni daerah. Di antaranya, festival kesenian anak nagari (desa), pameran kerajinan dan kesenian daerah, serta berbagai macam lomba.
Puncak pesta tabuik digelar tepat pada 10 Muharram 1430 H atau jatuh pada tanggal 7 Januari 2009. Namun, agar bisa dinikmati oleh banyak pengunjung, acara puncak dimundurkan ke hari Minggu, 11 Januari 2009. Saat itulah, ritual penghanyutan tabuikke laut dilakukan. Titik keramaian terpusat di Pantai Gondoriah, di mana ombak terus menampar-nampar pasir pantai yang terentang memanjang.
Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang—demikianlah nama kedua patung itu-- diarak puluhan pemuda menuju pinggir pantai Samudera Hindia itu. Pada pukul 04.00 WIB dini hari, dengan prosesi tabuik naiak pangkek (naik pangkat), acara pun dimulai. Setelah itu, dilanjutkan dengan hoyak tabuik pada pukul 08.00-16.00 WIB. Sepanjang proses ini, kedua tabuik diarak ke tengah
Penutupan Pesta Tabuik 2008 diresmikan oleh Direktur Jenderal Destinasi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Firmansyah Munandar. Dalam acara seremonial tersebut, hadir juga Gubernur Sumbar, Gamawan Fauzi, Ketua DPRD Sumbar, Leonardy Harmainy, Kadisbudpar Sumbar, James Hellyward, dan Pegurus Persatuan Keluarga Daerah Pariaman (PKDP) Pusat. Tidak kurang dari Duta Besar (Dubes)
Di kawasan Pantai Gondoriah sendiri, pesta tabuik dilakukan dengan cara yang paling meriah. Sepanjang acara, para pedagang turut bersuka ria menyambut kedatangan para pengunjung. Beberapa pedagang menyebutkan, dibanding tahun sebelumnya, jumlah pedagang dan pengunjung tahun 2008 ini lebih banyak.
Dibawa Bekas Pasukan Inggris
Tabuik yang berarti “peti”, merupakan patung kuda berkepala manusia perempuan yang memiliki dua sayap dan ekor yang lebar. Kuda tersebut merupakan simbol Bouraq, kendaraan yang memiliki kemampuan terbang secepat kilat, yang juga diyakini menjadi kendaraan Rasulullah menuju Langit Ketujuh. Patung kuda tersebut dilapisi kain beludru halus berwarna hitam. Pada empat kakinya terdapat gambar kalajengking menghadap ke atas.
Di punggungnya terdapat peti dengan hiasan-hiasan cantik bermotifkan ukiran khas Minangkabau. Pada bagian puncak, ditancapkan bungo salapan (delapan bunga) hingga berbentuk payung, serta patung burung merpati putih. Peti atau keranda tabuikdibuat bertingkat tiga, dengan tinggi sekitar 13 meter dan berat sekitar 500 kilogram. Semua patung ini terbuat dari rangka bambu, rotan, dan kayu. Kemudian dihias dengan kain dan kertas warna-warni.
Pada kaki tabuik terdapat empat kayu balok bersilang dengan panjang masing-masing sekitar 10 meter. Balok-balok itulah yang digunakan untuk menggotong dan meng-hoyak tabuik yang dilakukan sekitar 50 orang dewasa.
Pesta tabuik yang kini menjadi salah satu core event callendar pariwisata Sumatera Barat, merupakan acara religi perayaan Asyura 10 Muharam, untuk mengenang perjuangan dua cucu Nabi Muhammad SAW, Hassan dan Hussein, yang memimpin pasukan tempur melawan Bani Umayah dalam Perang Karbala di Mekkah. Meski tidak semua penduduk Pariaman memeluk Islam Syiah, tetapi acara peringatan kematian pahlawan Syiah ini telah menjadi perayaan umum.
Dalam pertempuran di Perang
Ritual perayaan Asyura bagi pemeluk Islam Syiah ini telah diperingati sejak tahun 1831. Awalnya, ritual ini dibawa ke Pariaman oleh para pendatang asal
Inggris menjajah Provinsi Bengkulu pada 1826. Setelah perjanjian London 17 Maret 1829, Inggris harus meninggalkan Bengkulu dan menerima daerah jajahan Belanda di Singapura sebagai gantinya. Karena itu, di Bengkulu juga dirayakan ritual semacam ini yang disebut dengan “Tabot”.
Meskipun serdadu Inggris “angkat kaki” dari Bengkulu, namun pasukan Thamil memilih bertahan dan melarikan diri ke Pariaman, Sumatera Barat, yang saat itu terkenal sebagai daerah pelabuhan yang ramai di pesisir barat Sumatera. Karena pasukan Thamil mayoritas Muslim, mereka dapat diterima masyarakat Pariaman yang saat itu juga tengah dimasuki ajaran Islam. Terjadilah pembauran, yang salah satunya adalah ritual tabuik. Bahkan, tabuik akhirnya menjadi tradisi yang tidak terpisahkan dari kehidupan warga Pariaman.
Prosesi Pembuatan Tabuik
Tabuik dibuat oleh dua kelompok masyarakat Pariaman, yakni Kelompok Pasa (pasar) dan Kelompok Subarang (seberang). Pembuatan tabuik dilaksanakan di rumah tabuiksecara bersama-sama dengan melibatkan tokoh masyarakat dan para ahli budaya. Tabuik Pasa dibuat di rumah tabuik di tepi pantai Kelurahan Pasir, sedangkan Tabuik Subarang dibuat di Jawi-Jawi, tak jauh dari Gedung Olahraga Pariaman. Keduanya berjarak sekitar 150 meter. Pembuatan tabuik ini bisa menghabiskan biaya hingga puluhan juta rupiah per satu tabuik.
Setelah didahului pembukaan di Lapangan Merdeka Pariaman, maka dimulailahmaambiak tanah (mengambil tanah) oleh dua kelompok tabuik. Masing-masing kelompok mengambil tanah pada tempat berbeda dan berlawanan arah. Kelompok Tabuik Pasa mengambil tanah di Desa Alai Gelombang, sedangkan kelompok Tabuik Subarang di Desa Pauh.
Prosesi mengambil tanah dipercayakan kepada laki-laki berjubah putih, yang melambangkan kejujuran pada sosok kepemimpinan Hussein. Tanah diambil dan dimasukkan ke dalam daraga, peti yang menyimbolkan kuburan Hussein. Tanah itu lalu diarak ke rumah tabuik, diiringi alunan gandang tasa yang bertalu-talu. Dalam perjalanan, kedua kelompok tabuik berpapasan, kemudian “bertempur” menggambarkan Perang Karbala.
Bersamaan dengan acara pembukaan, juga digelar Festival Anak Nagari (permainan tradisional Pariaman dan Sumbar), Festival Tabuik Lenong dan diakhiri dengan pawaita'aruf mengelilingi Kota Pariaman. Malam harinya digelar hiburan musik gambus di Lapangan Merdeka.
Pada hari kedua, para ahli membuat kerangka dasar tabuik dari bahan kayu, bambu, dan rotan. Malam harinya, digelar kesenian tradisional randai. Hari ketiga, pengerjaan kerangka dasar tabuik dilanjutkan. Pada saat itu, unsur moderen berupa kesenian organ tunggal (keyboard) disisipkan dengan menampilkan penyanyi-penyanyi lokal.
Tanggal 4 Muharram, selain melanjutkan pembuatan kerangka dasar tabuik, mereka mulai mempersiapkan pembuatan kerangka Bouraq. Malam harinya, warga Pariaman dihibur dengan film layar tancap di Lapangan Merdeka.
Selanjutnya adalah menebang batang pisang, yang melambangkan ketajaman pedang dalam perang yang menuntut balas atas kematian Hussein. Kegiatan sakral ini dilaksanakan pada hari kelima Muharram. Prosesi ini juga dilakukan oleh laki-laki berjubah putih. Menariknya, batang pisang tersebut harus ditebang dengan sekali pancung. Kegiatan ini dilakukan dalam waktu bersamaan di tempat yang berbeda oleh dua kelompok tabuik. Ketika kembali, mereka akan saling berpapasan dan terjadilah kembali pertempuran seperti ketika proses mengambil tanah. Dalam tahapan ini, pembuatan tabuik diperkirakan telah mencapai 50 persen.
Pada 7 Muharram, sekitar pukul 12.00 WIB, dilaksanakan kegiatan maatam. Seorang dari kaum pembuat tabuik membawa panja yang berisi sorban dan jari-jari tangan Hussein yang dipotong kaum kafir. Panja ini diletakkan pada suatu usungan. Lalu, dengan khidmat sambil meratap atau menangis, usungan itu dibawa mengelilingi tempat yang dihakikatkan sebagai kuburan Hussein. Kegiatan ini mengekspresikan kesedihan atas meninggalnya Hussein akibat keganasan kaum kafir.
Malamnya, panja diarak mengelilingi kampung dengan diiringi gandang tasa. Kegiatan ini dimeriahkan hoyak tabuik lenong, sebuah tabuik berukuran kecil yang diletakkan di atas kepala seorang laki-laki.
Kemudian, pukul 04.00 WIB dini hari 10 Muharram, dua bagian dasar dan puncaktabuik disatukan dengan suatu upacara yang disebut tabuik naiak pangkek (naik pangkat). Setelah matahari terbit, keluarlah arak-arakan tabuik itu. Sore harinya, tabuikdibuang ke laut. Dan upacara pembuangan tabuik ditutup dengan doa pelepas arak-arakan.
Event Internasional
Pesta tabuik tak hanya jadi tontonan masyarakat Pariaman, Sumatera Barat, tetapi juga sudah menjadi hiburan bagi para wisatawan, baik yang sedang berlibur di Pariaman maupun yang sengaja datang hanya untuk menyaksikan ritual ini.
Kedatangan Dubes
Dalam acara puncak acara,
Peranan Gandang Tambue dalam Upacara Tabuik di Pariaman
Peranan ialah fungsi dan kedudukan, disini fungsi tidak saja sebagai pemenuhan kebutuhan namun juga sebagai media timbulnya gejala-gejala tertentu. yang akan di bahas merupakan ensambel Gandang Tambue, tidak Gandang Tambue yang dipandang sebagai benda mati namun Gandang Tambue yang bisa menghidupkan suatu proses ritual. Menurut saya ritual Oyak Tabuik tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya Gandang Tambue, hampir disetiap prosesi Oyak Tabuik hampir tidak dapat dipisahkan dari Gandang Tambue.
Oyak Tabuik merupakan ritual yang bernuansakan Islam, ritual ini di mulai dari tanggal 1 sampai 10 muharram untuk memperingati kematian Husein Bin Ali cucu nabi Muhammad saat perang Karbela di Irak. Tambue merupakan nama ensambel gendang yang terdiri dari 1 pemain Tasa dan 7 atau lebih pemain Gandang Tambue. Sementara Tabuik merupakan kerenda bertingkat 3 terbuat dari kayu, rotan dan bambu dengan tinggi mencapai 15 meter dan berat sekitar 500 kilogram, dan pada acara akhir dari ritual ini ialah mengarak Tabuik ke pantai dengan dipikul bersama-sama sambil menghoyak-hoyak Tabuik yang diarak ke pantai di kota Pariaman.
Pariaman memiliki luas wilayah 1.328,79 km2. Posisinya 0°11’ - 0°49’ LS dan 98°36’-100°28’ BT. Batas-batas daerah pariaman antara lain sebelah Utara, Kab Agam dan Kec V koto kampung dalam. Selatan,
Menurut tambo Minangkabau Pariaman termasuk dalam daerah rantau[1]. Pada abad ke 17 Pariaman merupakan
pada tahun 1663 kolonialis Belanda menguasai pelabuhan di Pariaman, Belanda membuat perjanjian dengan kerajaan Aceh[2]. Ketika Belanda memusatkan aktifitasnya di
Minangkabau merupakan daerah yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam, gambaran mengenai minangkabau sebagai daerah penganut Islam yang kuat dapat dilihat pada beberapa kesenian yang tumbuh dan berkembang diranah minang namun tidak menutup kemungkinan kalau peninggalan jaman hindu masih dipegang oleh masyarakat Minangkabau.
Sejarah masuknya Islam di Minangkabau tidak terlepas dari daerah Pariaman yang menjadi pintu gerbang pertama masuknya Islam ke Minangkabau yang dibawa oleh kerajaan Aceh, yang ketika itu Aceh ingin menyebarkan Islam didaerah jajahannya yang ada dipesisir sumatra. Dalam penyebaran Islam kerajaan Aceh ketika itu dipimpin oleh Abdul Alrauf Alsingkili dan setelah itu perjuangannya dilanjutkan oleh muridnya yang bernama Burhanuddin yang lebih dikenal dengan nama Tuanku Ulakan karena beliau berasal dari Ulakan Pariaman.
Sebagai basis dalam mengembangkan dan menyebarkan Islam Syekh Burhaniddin membuat surau[3]di Tanjung Medan Ulakan. Surau pada akhirnya memainkan peran yang signifikan sebagai lembaga pandidikan dan keagamaan di Minangkabau. Pilihan syekh Burhanuddin menjadikan surau sebagai basis pengembangan Islam di Minangkabau menjadi sesuatu yang sangat menentukan dalam kehidupan keagamaan di Minangkabau dimasa-masa berikutnya. Sehingga banyak dari tokoh-tokoh dan para perantau dari daerah rantau yang membawa dan mengembangkan Islam di daerah Darek,ini di sebut dengan istilahAdat menurun syarak mandaki[4].
Tabuik perkenalkan oleh pasukan “Thamil” yang menjadi pasukan Inggris yang dipimpin oleh Thomas Stamfort Raffles. Pada saat itu Inggris menjajah Bengkulu pada tahun 1862. Pasukan Yhamil mayoritas beragama Islam setiap tahun menggelar pesta Tabuik yang di Bengkulu bernama “Tabot”.
Setelah perjanjian London 17 maret 1829 Inggris harus menyerahkan daerah jajahannya kepada Belanda dan menerima daerah jajahan Belanda di Singapura, sebaliknya Belanda berhak atas daerah jajahan Inggris yang ada di Indonesia termasuk Bengkulu dan daerah Sumatra lainnya.
Serdadu Inggris angkat kaki dari Bengkulu namun pasukan “Thamil” memilih bertahan dan lari ke daerah Pariaman yang ketika itu pelabuahan di Pariaman masih terkenal. karena pasukan Thamil mayoritas Islam mereka dengan mudah diterima yang pada saat itu Pariaman juga tengah dimasuki ajaran Islam. Terjadilah pembauran dan persatuan termasuk dalam bidang sosial dan budaya salah satu pembauran budaya ditunjukan lewat ritual Tabuik, bahkan Tabuik menjadi tradisi yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Pariaman.
Gandang Tambue dan bentuk Garapan Musiknya
Gandang tambue di klasifikasikan pada jenis Instrument Membranophone. Tambue dibuat dari jenis kayu ringan yang disebut dengan kayu Tarantang(sejenis batang kapas) badan Tambue sebagai resonator berbentuk tong (barrel drum) masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah Balue. Mempunyai dua muka yang masing-masing ditutupi dengan bahan kulit kambing, pada salah satu sisi Balue(resonator) diberi lobang sebesar ibu jari yang berfungsi untuk menukar angin didalam resonator. Tinggi badan Gandang lebih kurang 54cm dan diameter muka gendang lebih kurang 46cm. Sedangkan Tasa resonatornya terbuat dari tanah liat dan berbentuk talenang atau belanga(vessel drum). Bagian mukanya ditutupi dengan kulit kambing sebagai membrannya.pada resonatornyya terdapat 4 buah lobang sebagai pengimbang getaran membran.tinggi badan tasa lebih kurang 13,5cm dan diameter mukanya lebih kurang 35cm. Kehadiran gandang Tambue tidak dapat dipisahkan dari ritual Tabuik ataupun digantikan oleh instrument Minangkabau yang lainnya. Keberadaan Gandang Tambue menyandang peranan yang sangat besar dalam berlangsungnya ritual Tabuik ini.
Semua suasana yang ada di ritual Tabuik ditentukan oleh eksistensi gandang Tambue, mulai dari suasana sedih, semangat sampai pada suasana perang semua diwakilkan oleh Gandang Tambue.
Komposisi musik Gandang tambue dibangun dari permainan interlocking ritme antara Gandang tambue dan Tasa, sehingga terjadi perjalinan pola ritme antara masing-masing Tambue dan Tasa. Bentuk garapan musik pada Gandang Tambue dapat dipilah menjadi 2 bentuk.
Pertama, jenis lagu-lagu yang menyajikan pola ritme pendek-pendek, garapan musiknya dilakukan berulang-ulang dalam waktu yang relatif lama sehingga cendrung monoton.
Untuk menghidupkan pertunjukan jenis lagu-lagu ini biasanya pemain Tasa melakukan Improvisasi ritme dan penggarapan di dinamiknya. Lagu-lagu yang tergolong kedalam bentuk yang pertama ini ialah, Oyak Tabuik, Sootong Tabang, Katidiang Sompong, Kereta Mandaki, Maatam Panjang, Maatam Pondok Duo, Oyak Ambacang, Sari, Maatam Manjalang dan Atam.
Kedua, jenis lagu yang menyajikan kombinasi permainan interlocking dengan motif pola ritme yang beragam dan panjang-panjang. Garapan musiknya penuh variatif. Pengulangan setiap pola ritme yang dilakukan cukup 3 kali saja kemudian dilanjutkan dengan pola ritme berikutnya.
Pada beberapa kasus lagu terdapat beberapa pengulangan salah satu lagu yang sudah dimainkan, caranya dengan terlebih dahulu disela oleh satu atau lebih pola ritme yang dilakukan secara berulang-ulang pula dan baru setelah pola ritme yang sudah diulang –ulang itu melakukan sedikit perubahan garap yaitu berupa penambahan atau pengurangan motif ritme. Lagu-lagu yang tergolong dalam bentuk yang keduan ini ialah, maatam duo baleh, alihan, maatam tigo gayo dan maatam tokok balue.
Gandang Tambue dalam Ritual Tabuik
ritual tabuik, yaitu upacara untuk memperingati kematian Husein bin (Ali), cucu nabi Muhammad S.A.W yang meninggal dalam peperangan melawan tentara Yazid dan Bani Umayyah di Karbela Irak pada tahun 61 Hijriyah (680 Masehi) (Ibnur, 1998: 26). Upacara ini diselenggarkan setiap tanggal 1-10 Muharram.
Upacara tabuik terdiri dari rangkaian upacara yaitu: (1) upacara mengambil tanah, (2) upacara mengambil dan menebas batang pisang, (3) upacara mengarak jari-jari, (4) upacara mengarak sorban, (5) upacara tabuik naiak pangkek, dan (6) upacara maarak tabuik. Beberapa dari rangkaian upacara itu diiringi dengan Gandang Tambue, seperti pada upacara mengambil tanah, mengambil dan menebas batang pisang, mengarak sorban, mengarak jari-jari, dan ma-oyak tabuik.
Upacara ini dilaksanakan diarena terbuka, seperti di jalan-jalan dan pantai Gandoriah Pariaman. Setiap upacara ini selalu dibuat dua buah tabuik yang menggambarkan dua kubu yang saling bertentangan. Tabuik pertama disebut dengan tabuik pasa dan tabuik kedua disebut tabuik subarang.
Keberadaan Gandang Tambue menjadi bagian yang amat penting untuk mendukung suasana khususnya yang bersifat ‘heroik’ dan ‘patriotik’. Selain itu juga untuk mendukung suasana sedih. Melalui ritme-ritme Gandang Tambue dirangsang berbagai emosi dan ekspresi yang ada pada setiap ranghkaian upacara.
Sekitar satu minggu menjelang upacara ritual tabuik, suasana upacara sudah mulai terasa di kotaPariaman. Pada masing-masing tempat pembuatan tabuik, Gandang Tambue sudah dibunyikan terutama pada sore dan malam hari. Jumlah mereka cukup banyak yang tergabung dari beberapa grup Gandang Tambue. Kegiatan ini berupa latihan prosesi yang ada dalam upacara ritual tabuik, dan sekaligus latihan lagu-lagu serta fisik para pemain musik. Kartomi menggambarkan musik mereka seperti musik militer Sepoy (Cipahi) yang ada di Sumatera, suaranya sangat keras, ritme-ritme musik militer memberikan dorongan yang menggemparkan, mereka latihan sambil berjalan sebagai latihan prosesi Kartomi, 1986: 149).
Tabuik adalah kerenda bertingkat tiga terbuat dari dari kayu, rotan dan bambu dengan tinggi mencapai 15 meter dan berat sekitar 500 kilogram. Bagian bawah tabuik badan seekor kuda besar bersayap lebar dan berkepala wanita berambut panjang.
Kuda gemuk itu terbuat dari rotan dan bambu dengan dilapisi kain beludru halus warna hitam dan berkaki 4, ini disebut dengan Boraq.
Bagian tengah berbentuk gapura petak yang ukuranya makin keatas makin besar pada gapura itu diukir ukiran khas minangkabau. bagian atas tabuik dihiasi payung besar yang di balut kain beludru dan kertas hias yang banyak ukiran diatas payung ditancapkan patung burung merpati putih.
Pertunjukan Gandang Tambue diawali dalam upacara maambiak tanah yang dilakukan oleh Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang dalam waktu yang bersamaan pada tempat yang berbeda, akan tetapi tempat itu dicarikan yang melewati daerah lawan. Pelaksanaanya adalah tanggal 1 Muharram dari pukul 16.00 sampai masuknya waktu shalat Magrib. Tanah itu dibawa ke tempat pembuatan tabuik dan disimpan di daraga masing-amasing, yaitu areal mistis tempat kuburan yang mensimbolisasikan kuburan Husein, yang terletak di lokasi pembuatan tabuik. Gandang Tambue dibunyikan pada saat prosesi mengambil tanah yang dimulai dari tempat pembuatan tabuik masing-masing dengan lagu Maatam Panjang. Suasana terasa khidmat, dengan iringan lagu dalam tempo sedang.
Pada tanggal 2- 4 Muharram kegiatan upacara tidak ada, kecuali di tempat pembuatan tabuikmereka mengerjakan pembuatan tabuik bagian bawah dan pembuatan buraq. Pada tanggal 5 dan 6 Muharram dilanjutkan dengan upacara manabang batang pisang (menebas batang pisang). Upacara ini diawali dengan mengambil batang pisang di daerah “lawan” masing-masing pada malam hari. Batang pisang itu ditebang dengan pedang jinawi kemudian ditanamkamkan di perbatasan wilayah tabuik pasa dantabuik subarang yang mereka namai “
Gandang Tambua disajikan lagi pada upacara ma-a-rak jari-jari atau disebut juga denganmahatam dan pada upacara ma-arak- sorban. Upacara ma-a-rak jari-jari atau meratapi jari-jari Husein yang terpisah dari badannya dilaksanakan pada tanggal 7 Muharram pukul 12.30 yang dimulai dengan mengelilingi daraga sambil membawa tabuik lenong. Pada malam harinya jari-jari itu diarak keliling
Upacara ma-a-rak sorban dilaksanakan pada tanggal 8 Muharram. Sorban merupakan penutup kepala yang dipakai oleh Husein. Sorban diarak keliling
Puncak dari upacara tabuik adalah pada Ma-oyak tabuik yang diawali dengan upacara tabuik naiak pangkek, yaitu penggabungan badan tabuik bagian atas dengan badan tabuik bagian bawah. Badantabuik bagian bawah dengan bagian atas masing-masing memiliki tinggi antara 5-6 meter. Jadi kalau terpasang tinggi tabuik itu akan menjadi antara 10- 12 meter. Upacara ini dilaksanakan pada malam hari 10 Muharam pukul 04.00-06.00. Upacara ini silaksankan secara bersamaan antara Tabuaik Pasa dengan Tabuik Subarang. Upacara ini diiringi pula dengan Gandang Tambue dengan lagu Matam panjang dan lagu Oyak Tabuik. Upacara ini merupakan bagian yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat, penggabungan ini dianggap suatu pekerjaan yang amat sulit dan mengandung resiko buruk.
Selesai upacara tabuik naiak pangkek, sekitar pukul 10.00 secara resmi tabuik diperlihatkan kepada masyarakat karena selama ini tabuik dibuat ditempat tertentu yang disebut rumah tabuik, sangat jarang dapat disaksikan oleh masyarakat awam Upacara ma-oyak tabuik dilaksanakan sekitar pukul 12.30 (sesudah sholat zhuhur) .Masing-masing tabuik diparadekan di jalan utama kota Pariaman dengan jarak sekitar 100-120 meter. Rombongan setiap tabuik terdiri dari pengusung tabuik, para pemusik gandang tambua, tuo tabuik, dan para pengaman tabuik .
Upacara ma-oyak tabuik sekarang sudah didahului dengan pidato peresmian oleh Bupati Padang Pariaman. Selesai upacara peresmian ini barulah dilanjutkan dengan upacara ma-oyak tabuik yang ditandai dengan penyajian Gandang Tabue lagu Oyak Tabuik. Lagu ini merupakan lagu bertempo cepat, dinamik keras, dan sangat energik, sehingga sangat mudah membangkitkan semangat ‘heroik’ dan ‘patriot’ para pengusung tabuik dan pendukung tabuik lainnya. Secara perlahan-lahan ritme lagu oyak tabuik yang garangmembawa tempo dan irama upacara menjadi hangat dan cendrung memanas. Ransangan ritme-ritme laguOyak Tabuik sering memancing munculnya memancing munculnya letupan-letupan ungkapan verbal dari peserta upacara. Rouget menjelaskan karena suara gendang benar-benar agresif, kuat dan vebrasinya sangat jelas. Di Eropah gendang diajikan sebagai instrumen musik perang, sedangkan pada masyarakat primitif gendang sering dipergunakan untuk upacara yang dapat membangkitkan gejolak, disebabkan karena gendang memiliki tingkat hingar bingar yang hebar (Rouget, 1985:170).
Melihat agresifnya gerakan kubu tabuik yang pertama ini, maka kubu tabuik yang satu lagi melakukan balasan dengan membunyikan ritme-ritme gendang lagu oyak Tabuik yang dimainkan oleh grupGandang Tambuanya. Kedua kubu tabuik menjadi semakin dekat dan suasana menjadi semakin riuh yang cendrung terjadi bentrokan. Di sini tidak saja dua tabuik yang berlaga, akan tetapi juga dua grup Gandang Tambua. Di sini dapat dirasakan begitu tergantungnya upacara ma-oyak tabuik dengan Gandang Tambua.
Adegan di atas bagaikan sebuah drama kolosal peperangan yang sedang digelar di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Adegan ini juga merupakan perang artifisial antara pihak Husein dengan pihak Yazid. Walaupun sesungguhnya kedua tabuik itu pendukung Husein, selain mereka adalah ‘musuh’ (Yazid). Adegan ini dilakukan berulang-ulang sampai menjelang terbenamnya matahari, dan selanjutnya dibuang ke laut sebagai simbol menghantarkan jenazah Husein ke pemakamannya, sekaligus mengakhiri semua aktivitas upacara ritual tabuik. Semua ketegangan-ketegangan emosi, dendam, dan amarah habis pula bersama tenggelamnya tabuik di laut.
Cameron Malik
Sejarah Tabuik Piaman
Kategori: Pariwisata - Dibaca: 891 kali
MENURUT sejarah, Tabuik berasal dari orang
Setelah perjanjian London 17 Maret tahun 1829, Bengkulu dikuasai oleh Belanda dan Inggris menguasai Singapura. Hal itu menyebabkan pasukan Islam Thamil Bengkulu akhirnya menyebar, diantaranya ada yang sampai ke Pariaman.
Bagindo Zamzami, salah seorang perantau Pariaman yang menetap di Sulawesi Selatan, kepada minangkabauonline, belum lama ini, memaparkan, di Pariaman tradisi merayakan Tabuik tetap diadakan dengan mengelar ritual kisah kematian tragis Hasan dan Hosein cucu dari Nabi Muhammad. SAW dalam perang
Adapun sakral dari prosesi Tabuik Pariaman, pada dasarnya untuk memperingati peristiwa Hasan dan Hosein yang mati mengenaskan atas kekejaman raja zalim.
Alkisah diriwayatkan bahwa atas kebesaran Allah SWT, secara mengejutkan jenazah Hosein diangkat ke langit dengan mengunakan bouraq. Sejenis hewan berbadan seperti kuda berkepala manusia serta mempunyai sayap lebar dengan mengusung peti jenazah pada pundaknya, berhiyas payung mahkota warna - warni. Itulah yang dinamakan Tabuik.
Selanjutnya, perkembangan ritual pesta budaya Tabuik Pariaman dalam beberapa episode lebih mengarah bagi penunjang prospek kepariwisataan.
Beberapa hari sebelum pesta Tabuik dimulai, terlebih dahulu masing - masing rumah mendirikan sebuah tempat yang dilingkari dengan bahan alami (pimpiang) empat persegi dan di dalamnya diberi tanda sebagai kiasan bercorak makam yang dinamakan Daraga. Fungsi daraga adalah sebagai pusat dan tempat alat ritual, merupakan tempat pelaksanaan maatam.
Aktivitas mengambil tanah dilakukan pada petang hari tanggal 1 Muharam. Pengambilan tanah tersebut dilakukan dengan suatu arak � arakan yang dimeriahkan bebunyiangandang tasa. Mengambil tanah dilaksanakan oleh dua kelompok Tabuik yaitu kelompok Tabuik Pasa dan kelompok Tabuik Subarang.
Masing-masing kelompok mengambil tanah pada tempat (anak sungai) yang berbeda dan berlawanan arah. Tabuik Pasa berada di desa Pauah, sedangkan Tabuik Subarang berada di desa Alai Galombang yang berjarak lebih kurang 600 meter dari rumah Tabuik.
Pengambilan tanah dilakukan oleh seorang laki-laki berjubah putih, melambangkan kejujuran Hosen. Tanah itu dibawa ke daraga sebagai simbol kuburan Hosen.
Pada tanggal 5 Muharram dilaksanakan penebangan batang pisang. Ini sebuah cerminan dari ketajaman pedang yang digunakan dalam perang menuntut balas atas, kematian Hosen. Penebangan batang pisang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan berpakaian silat. Batang pisang tersebut harus putus sekali pancung.
Tanggal 7 Muharam dilakukan prosesi maatam. Kegiatan ini dilakukan selesai sholat Dzuhur oleh pihak keluarga penghuni rumah Tabuik. Secara beriringan mereka berjalan mengelilingi daraga sambil membawa peralatan Tabuik seperti jari-jari, sorban, pedang sambil menangis. Sebagai pertanda kesedihan yang dalam atas kematian Hosein.
Pada tanggal yang sama ada tradisi maarak panja merupakan kegiatan tiruan membawa jari tangan Hosein yang tercincang untuk diinformasikan kepada masyarakat bukti kekejaman seorang raja yang zalim. Peristiwa itu dimeriahkan dengan hoyak Tabuik lenong, sebuah Tabuik berukuran kecil yang diletakkan diatas kepala seorang laki-laki sambil diiringi oleh gandang tasa.
Peristiwa maarak saroban dilakukan tanggal 8 muharram, bertujuan mengabarkan kepada anggota masyarakat ihwal penutup kepala Hosein yang terbunuh dalam perangkarbala. Hampir serupa dengan peristiwa maarak panja, kegiatan ini juga diiringi dengan membawa miniatur Tabuik lenong dan gemuruh gandang tasa sambil bersorak sorai.
Pada dinihari tanggal 10 muharram menjelang fajar, dua bahagian Tabuik yang telah siap dibangun di pondok pembuatan Tabuik mulai disatukan menjadi Tabuik utuh. Peristiwa ini diberi nama Tabuik naik pangkat, selanjutnya seiring matahari terbit, Tabuik diarak ke jalan, dihoyak sepanjang hari tanggal 10 muharram setiap tahunnya.
Tanggal 10 Muharam dari jam 09.00 WIB, Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang disuguhkan pada pengunjung pesta Tabuik sebagai hakekat peristiwa perang
Acara hoyak Tabuik akan berlangsung hingga sore hari. Secara perlahan Tabuik diusung menuju pinggir pantai seiring turunnya matahari.
Tepat pukul 18.00 WIB, senja hari, tatkala sunset memancarkan sinar merah tembaga, akhirnya masing-masing Tabuik dilemparkan ke laut oleh kelompok anak nagari Pasa dan Subarang di tengah kerumunan pengunjung dari seluruh nusantara, bahkan dari mancanegara, yang hanyut oleh rasa haru. Maka selesailah prosesi pesta Tabuik yang tahun ini bakal digelar oleh Pemkab Padang Pariaman. (hermanto)
Sejarah Tabuik
Tabuik adalah sebuah benda berbentuk beranda bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, rotan dan bambu. Berat Tabuik kira-kira sekitar 500 kilogram dengan ketinggian 15 meter. Bagian bawah Tabuik berbentuk badan seekor kuda besar bersayap lebar dan berkepala “wanita” cantik berjilbab. Kuda gemuk itu dibuat dari rotan dan bambu dengan dilapisi kain beludru halus warna hitam dan pada empat kakinya terdapat gambar kalajengking menghadap ke atas.
Kuda tersebut merupakan simbol kendaraan Bouraq yang dalam cerita zaman dulu adalah kendaraan yang memiliki kemampuan terbang secepat kilat. Pada bagian tengah Tabuik berbentuk gapura petak yang ukurannya makin ke atas makin besar dengan dibalut kain beludru dan kertas hias aneka warna yang ditempelkan dengan motif ukiran khas Minangkabau.
Di bagian bawah dan atas gapura ditancapkan “bungo salapan” (delapan bunga) berbentuk payung dengan dasar kertas warna bermotif ukiran atau batik. Pada bagian puncak Tabuik berbentuk payung besar dibalut kain beludru dan kertas hias yang juga bermotif ukiran. Di atas payung ditancapkan patung burung merpati putih.
Di kaki Tabuik terdapat empat kayu balok bersilang dengan panjang masing-masing balok sekitar 10 meter. Balok-balok itu digunakan untuk menggotong dan “menghoyak” Tabuik yang dilakukan sekitar 50 orang dewasa.
Tabuik dibuat oleh dua kelompok masyarakat Pariaman, yakni kelompok Pasar dan kelompok Subarang. Tabuik dibuat di rumah Tabuik secara bersama-sama dengan melibatkan para ahli budaya dengan biaya mencapai puluhan juta rupiah untuk satu Tabuik.
Setelah Tabuik siap maka pada hari puncak digotong dan diarak di jalan-jalan utama dengan diiringi dentuman alat musik tambur dan atraksi musik gandang tasa yang disaksikan hingga ratusan ribu
Menjelang matahari terbenan, dua tabuik dibuang ke laut.Dalam sejarah orang Pariaman, Tabuik pertama kali diperkenalkan anggota pasukan Islam “Thamil” yang menjadi bagian pasukan Inggris saat penjajah Provinsi Bengkulu tahun 1826 di bawah pimpinan Jendral Thomas Stamfort Raffles. Saat itu setiap menyambut tahun baru, pasukan Thamil menggelar pesta Tabuik yang di Bengkulu bernama “Tabot”. Setelah perjanjian London 17 Maret 1829, antara pemerintah Inggris dan Belanda keluar keputusan Inggris harus meninggalkan Bengkulu dan menerima daerah jajahan Belanda di Singapura. Sebaliknya Belanda berhak atas daerah-daerah jajahan Inggris di Indonesia termasuk Bengkulu dan wilayah Sumatera lainnya. Berkaitan dengan perjanjian itu, serdadu Inggris angkat kaki dari Bengkulu, namun pasukan “Thamil” memilih bertahan dan melarikan diri ke Pariaman, Sumatera Barat yang saat itu terkenal sebagai daerah pelabuhan yang ramai di pesisir barat pulau Sumatera.
Karena pasukan Thamil mayoritas muslim, mereka dapat diterima masyarakat Pariaman yang saat itu juga tengah dimasuki ajaran Islam. Terjadilah pembauran dan persatuan termasuk dalam bidang sosial-budaya. Salah satu pembauran budaya ditunjukkan dengan diperkenalkannya tradisi budaya Tabuik oleh pasukan Thamil kepada warga Pariaman dan diterima dengan baik yang akhirnya menjadi tradisi budaya dan tidak terpisahkan dari kehidupan warga Pariaman hingga saat ini. Makna pesta Tabuik dimaksudkan untuk memperingati kematian dua orang cucu Nabi Muhammad SAW, yakni Hasan dan Hosen yang memimpin pasukan kaum muslim saat bertempur melawan kaum Bani Umayah dari Syria pimpinan Raja Yazid dalam perang Karbala di Mekkah.
Dalam pertempuran, Hosen wafat secara tidak wajar dan berkat kebesaran Allah SWT, jenazah Hosen tiba-tiba diusung ke langit menggunakan kendaraan “Bouraq” dengan peti jenazah yang disebut Tabot. Kendaraan Bouraq yang disimbolkan dengan wujud kuda gemuk berkepala wanita cantik menjadi bagian utama bangunan Tabuik yang diarak sepanjang Kota Pariaman dalam pesta Tabuik setiap memasuki tahun baru Islam hingga saat ini.
Pesta Tabuik diadakan setiap tanggal 1 sampai 10 Muharram (Kalender Islam), dimulai di Pasar Pariaman dan diarak ke Pantai Gandoriah Pariaman di Kabupaten
Adapun sakral dari prosesi Tabuik Pariaman, pada dasarnya untuk memperingati peristiwa Hasan dan Hosein yang mati mengenaskan atas kekejaman raja zalim.
Alkisah diriwayatkan bahwa atas kebesaran Allah SWT, secara mengejutkan jenazah Hosein diangkat ke langit dengan mengunakan bouraq. Sejenis hewan berbadan seperti kuda berkepala manusia serta mempunyai sayap lebar dengan mengusung peti jenazah pada pundaknya, berhiyas payung mahkota warna – warni. Itulah yang dinamakan Tabuik.
Selanjutnya, perkembangan ritual pesta budaya Tabuik Pariaman dalam beberapa episode lebih mengarah bagi penunjang prospek kepariwisataan.
Beberapa hari sebelum pesta Tabuik dimulai, terlebih dahulu masing – masing rumah mendirikan sebuah tempat yang dilingkari dengan bahan alami (pimpiang) empat persegi dan di dalamnya diberi tanda sebagai kiasan bercorak makam yang dinamakan Daraga. Fungsi daraga adalah sebagai pusat dan tempat alat ritual, merupakan tempat pelaksanaan maatam.
Aktivitas mengambil tanah dilakukan pada petang hari tanggal 1 Muharam. Pengambilan tanah tersebut dilakukan dengan suatu arak � arakan yang dimeriahkan bebunyian gandang tasa. Mengambil tanah dilaksanakan oleh dua kelompok Tabuik yaitu kelompok Tabuik Pasa dan kelompok Tabuik Subarang.
Masing-masing kelompok mengambil tanah pada tempat (anak sungai) yang berbeda dan berlawanan arah. Tabuik Pasa berada di desa Pauah, sedangkan Tabuik Subarang berada di desa Alai Galombang yang berjarak lebih kurang 600 meter dari rumah Tabuik.
Pengambilan tanah dilakukan oleh seorang laki-laki berjubah putih, melambangkan kejujuran Hosen. Tanah itu dibawa ke daraga sebagai simbol kuburan Hosen.
Pada tanggal 5 Muharram dilaksanakan penebangan batang pisang. Ini sebuah cerminan dari ketajaman pedang yang digunakan dalam perang menuntut balas atas, kematian Hosen. Penebangan batang pisang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan berpakaian silat. Batang pisang tersebut harus putus sekali pancung.
Tanggal 7 Muharam dilakukan prosesi maatam. Kegiatan ini dilakukan selesai sholat Dzuhur oleh pihak keluarga penghuni rumah Tabuik. Secara beriringan mereka berjalan mengelilingi daraga sambil membawa peralatan Tabuik seperti jari-jari, sorban, pedang sambil menangis. Sebagai pertanda kesedihan yang dalam atas kematian Hosein.
Pada tanggal yang sama ada tradisi maarak panja merupakan kegiatan tiruan membawa jari tangan Hosein yang tercincang untuk diinformasikan kepada masyarakat bukti kekejaman seorang raja yang zalim. Peristiwa itu dimeriahkan dengan hoyak Tabuik lenong, sebuah Tabuik berukuran kecil yang diletakkan diatas kepala seorang laki-laki sambil diiringi oleh gandang tasa.
Peristiwa maarak saroban dilakukan tanggal 8 muharram, bertujuan mengabarkan kepada anggota masyarakat ihwal penutup kepala Hosein yang terbunuh dalam perang
Pada dinihari tanggal 10 muharram menjelang fajar, dua bahagian Tabuik yang telah siap dibangun di pondok pembuatan Tabuik mulai disatukan menjadi Tabuik utuh. Peristiwa ini diberi nama Tabuik naik pangkat, selanjutnya seiring matahari terbit, Tabuik diarak ke jalan, dihoyak sepanjang hari tanggal 10 muharram setiap tahunnya.
Tanggal 10 Muharam dari jam 09.00 WIB, Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang disuguhkan pada pengunjung pesta Tabuik sebagai hakekat peristiwa perang
Acara hoyak Tabuik akan berlangsung hingga sore hari. Secara perlahan Tabuik diusung menuju pinggir pantai seiring turunnya matahari.
Tepat pukul 18.00 WIB, senja hari, tatkala sunset memancarkan sinar merah tembaga, akhirnya masing-masing Tabuik dilemparkan ke laut oleh kelompok anak nagari Pasa dan Subarang di tengah kerumunan pengunjung dari seluruh nusantara, bahkan dari mancanegara, yang hanyut oleh rasa haru. Maka selesailah prosesi pesta Tabuik yang tahun ini bakal digelar oleh Pemko Pariaman
Kapanlagi.com - Pemerintah dan masyarakat Kota Pariaman, Sumbar, kembali menggelar tradisi pesta Tabuik dalam memeriahkan masuknya Tahun Baru Islam 1429 Hijriah dan acara puncak digelar, Minggu 20 Januari 2008.
Ketua pelaksana Pesta Tabuik 2008, Nasrul Syam di Pariaman, Rabu, menyebutkan, tradisi ini akan dibuka, Kamis (10/1) bertepatan dengan masuknya tahun baru Islam 1249 Hijriah dan berlangsung selama 10 hari dengan acara puncak pada Minggu (20/1).
Selama 10 hari, dua unit tabuik dibuat anak Nagari Pariaman dan selama itu pula pada malam harinya digelar aneka atraksi budaya Minangkabau.
Tabuik berbentuk bangunan bertingkat tiga terbuat dari kayu, rotan, dan bambu dengan tinggi mencapai 10 meter dan berat sekitar 500 kilogram.
Bagian bawah Tabuik berbentuk badan seekor kuda besar bersayap lebar dan berkepala "wanita" cantik berjilbab. Kuda gemuk itu dibuat dari rotan dan bambu dengan dilapisi kain beludru halus warna hitam dan pada empat kakinya terdapat gambar kalajengking menghadap ke atas.
Kuda tersebut merupakan simbol kendaraan Bouraq yang dalam cerita zaman dulu adalah kendaraan yang memiliki kemampuan terbang secepat kilat.
Pada bagian tengah Tabuik berbentuk gapura petak yang ukurannya makin ke atas makin besar dengan dibalut kain beludru dan kertas hias aneka warna yang ditempelkan dengan motif ukiran khas Minangkabau.
Di bagian bawah dan atas gapura ditancapkan "bungo salapan" (delapan bunga) berbentuk payung dengan dasar kertas warna bermotif ukiran atau batik.
Pada bagian puncak Tabuik berbentuk payung besar dibalut kain beludru dan kertas hias yang juga bermotif ukiran. Di atas payung ditancapkan patung burung merpati putih.
Di kaki Tabuik terdapat empat kayu balok bersilang dengan panjang masing-masing balok sekitar 10 meter. Balok-balok itu digunakan untuk menggotong dan "menghoyak" Tabuik yang dilakukan sekitar 50 orang dewasa.
Tabuik dibuat oleh dua kelompok masyarakat Pariaman, yakni kelompok Pasar dan kelompok Subarang. Tabuik dibuat di rumah Tabuik secara bersama-sama dengan melibatkan para ahli budaya dengan biaya mencapai puluhan juta rupiah untuk satu Tabuik.
Setelah Tabuik siap maka pada hari puncak digotong dan diarak di jalan-jalan utama dengan diiringi dentuman alat musik tambur dan atraksi musik gandang tasa yang disaksikan hingga ratusan ribu
Dua tabuik kemudian bertemu di Pantai Gandoriah Pariaman, lalu kembali dihoyak disaksikan ratusan ribu
Sejarah Tabuik
Dalam sejarah orang Pariaman, Tabuik pertama kali diperkenalkan anggota pasukan Islam "Thamil" yang menjadi bagian pasukan Inggris saat penjajah Provinsi Bengkulu tahun 1826 di bawah pimpinan Jendral Thomas Stamfort Raffles.
Saat itu setiap menyambut tahun baru, pasukan Thamil menggelar pesta Tabuik yang di Bengkulu bernama "Tabot". Setelah perjanjian London 17 Maret 1829, antara pemerintah Inggris dan Belanda keluar keputusan Inggris harus meninggalkan Bengkulu dan menerima daerah jajahan Belanda di Singapura.
Sebaliknya Belanda berhak atas daerah-daerah jajahan Inggris di Indonesia termasuk Bengkulu dan wilayah Sumatera lainnya.
Berkaitan dengan perjanjian itu, serdadu Inggris "angkat kaki" dari Bengkulu, namun pasukan "Thamil" memilih bertahan dan melarikan diri ke Pariaman, Sumatera Barat yang saat itu terkenal sebagai daerah pelabuhan yang ramai di pesisir barat pulau Sumatera.
Karena pasukan Thamil mayoritas muslim, mereka dapat diterima masyarakat Pariaman yang saat itu juga tengah dimasuki ajaran Islam. Terjadilah pembauran dan persatuan termasuk dalam bidang sosial-budaya.
Salah satu pembauran budaya ditunjukkan dengan diperkenalkannya tradisi budaya Tabuik oleh pasukan Thamil kepada warga Pariaman dan diterima dengan baik yang akhirnya menjadi tradisi budaya dan tidak terpisahkan dari kehidupan warga Pariaman hingga saat ini.
Makna pesta Tabuik dimaksudkan untuk memperingati kematian dua orang cucu Nabi Muhammad SAW, yakni Hasan dan Hosen yang memimpin pasukan kaum muslim saat bertempur melawan kaum Bani Umayah dari Syria pimpinan Raja Yazid dalam perang Karbala di Mekkah.
Dalam pertempuran, Hosen wafat secara tidak wajar dan berkat kebesaran Allah SWT, jenazah Hosen tiba-tiba diusung ke langit menggunakan kendaraan "Bouraq" dengan peti jenazah yang disebut Tabot.
Kendaraan Bouraq yang disimbolkan dengan wujud kuda gemuk berkepala wanita cantik menjadi bagian utama bangunan Tabuik yang diarak sepanjang Kota Pariaman dalam pesta Tabuik setiap memasuki tahun baru Islam hingga saat ini.
Pesta Tabuik, digelar tiap tahun di Pariaman dan menjadi daya tarik utama pariwisata
WISATA BUDAYA
(WISATA BUDAYA)
Tags: Tabuik Piaman
PESTA TABUIK DAN FESTIVAL ANAK NAGARI PIAMAN
Pesta Budaya Tabuik merupakan salah satu grand event pariwisata nasional yang diadakan setiap tahun sekali di Kota Pariaman. Kegiatan ini digelar dalam rangka menyambut Tahun Baru Hijriyah (tahun baru Islam). Proses pelaksanaan pesta tabuik dilakukan selama 10 hari dimulai sejak tanggal 1 s/d. tanggal 10 Muharram tahun Hijriyah sesuai dengan kronologis terjadinya prosesi perang karbala pada zaman Hosen cucu Nabi Muhammad SAW, yang berakibat terbunuhnya Husen secara menggenaskan, akan tetapi mendapat anugrah dari Allah SWT, diangkat kelangit dengan suatu kenderaan mukjizat.
Secara berurutan prosesi Pesta Tabuik Piaman dirayakan dengan 7 macam kegiatan, dimana setiap kegiatan memberikan makna kebesaran Allah SWT. dalam menegakan dan mensyiarkan Islam.
Menurut sejarah Tabuik berasal dari orang
Sebagaimana diketahui makna dari peringatan Tabuik adalah dalam rangka memperingati kematian Hasan dan Hosen, cucu Nabi Muhammad S.A.W.
Dalam perang Karbala di Madinah, dimana dalam perang Bani Umayah dari Syiria dibawah pimpinan Raja Yazid dengan kelompok Islam yang dipimpin oleh Hasan dan Hosen, yang menimbulkan kematian mengenaskan dipihak Hosen. Namun, berkat kebesaran Allah SWT jenazah Hosen tiba-tiba diusung ke langit dengan menggunakan kendaraan “Bouraq” sejenis binatang berbadan kuda tegap berkepala manusia serta mempunyai dua sayap lebar membawa sebuah peti (jenazah) yang berumbul-umbul seperti payung mahkota arna warni, inilah yang disebut dengan “Tabuik”.
Adapun perayaan Pesta Budaya Tabuik Piaman pada saat sekarang ini lebih difokuskan kepada nilai pariwisata, dengan penyesuaian-penyesuaian yang sewajarnya.
KRONOLOGIS TABUIK
Mengambil Tanah
Tanggal 1 Muharram
Kegiatan mengambil tanah dilaksanakan tepat pada tanggal 1 bulan Muharram merupakan awal pelaksanaan Pesta Budaya Tabuk. Pengambilan tanah dilakukan oleh dua kelompok Tabuik yang akan difestivalkan yaitu kelompok “Tabuik Pasar” dan kelompok “Tabuik Subarang”. Waktu pelaksanannya pada petang hari tanggal 1 Muharram tersebut.
Masing-masing kelompok Tabuik mengambil tanah pada tempat yang berbeda dan berlawanan arah. Tabuik Pasar di dendangkan Tabuik subarang di desa Galombang. Jarak masing -masing dari rumah pembuatan tabuik + 1.600 meter. Petugas pengambil tanah ini ditetapkan seorang laki-laki dengan pakaian putih(jubah), sebagai lambang kejujuran kepemimpinan Hosen. Tanah yang diambil dimasukkan ke dalam ” Daraga ” berupa kotak yang menyimbolkan kuburan Hosen, lalu dibawa dengan arak-arakan ke ‘Rumah Tabuik’ diiringi bunyi “Gandang Tasa” bertalu-talu yang dimainkan oleh anak nagari. Bunyi Gendang Tasa yang energik memberikan semangat kepada arak-arakan.
Manabang Batang Pisang
Tanggal 5 Muharram
Menebang batang pisang merupakan kegiatan melambangan ketajaman pedang dalam perang menuntut balas atas kematian Hosen. Menebang batang pisang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan berpakaian putih (jubah). Batang pisang ditebang menggunakan pedang tajam dengan sekali pancung harus putus. Keg iatan ini dilakukan dalam waktu bersamaan di tempat yang berbeda oleh dua kelompok Tabuik (Pasar dan Subarang). Pada saat kembali, juga akan terjadi peristiwa seperti sewaktu mengambil tanah. Sementara proses pembuatan kerangka bawah tabuik diperkirakan telah berjalan 50 %.
Maatam
Tanggal 7 Muharaam
Tanggal 7 Muharram siang hari kira-kira jam 12.00 dilaksanakan ‘Maatam’ dengan membawa Panja (jari-jari tangan Hosen yang terpotong / dicincang oleh Raja Yazit.
Jari-jari Hosen ini diletakan dalam suatu usungan, dengan khidmat dibawa keliling tempat ‘periuk’ yang dihakikatkan sebagai kuburan Hosen tadi dan dalam berkeliling itu diiringi bersama-sama sambil meratap (menangis) yang dilakukan oleh salah seorang dari kaum pembuat tabuik.
“Ma’atam” artinya mengekspresikan kesedihan atas gugurnya Hosen oleh keganasan kaum kafir.
Maarak Panja (Jari-jari Hosen)
Tanggal 7 Muharram
Tanggal 7 Muharam malam harinya Panja berisi jari-jari hosen tersebut diarak keliling kampung, dengan pengertian agar seluruh masyarakat dapat mengetahui dan melihat tanda / bukti keganasan Raja Yazit yang zalim itu.
Dalam pelaksanaannya selalu dimeriahkan dengan bunyi-bunyian gandang tasa, dan diperapatan bertemunya dua kelompok tabuik akan terjadi seperti peristiwa pertempuran di
Selain itu juga dimeriahkan dengan ‘Hoyak Tabuik Lenong’ yaitu sebuah tabuik berukuran kecil yang diletakan diatas kepala seorang laki-laki, sambil diiringi bunyi gandang tasa bersemangat dan energik.
Maarak Panja (Saroban Hosen)
Tanggal 8 Muharram
Sama halnya dengan malam sebelumnya, diatas Panja saat ini terdapat Sorban Hosen, juga kembali diarak keliling kampung, menunjukan kepada masyarakat akan kebenaran Husen sebagai pemberani dan pembela kebenaran dan tingkah lakunya yang pantas ditiru.
Beberapa orang mengarak sorban, pedang dan kopiah haji Hosen dalam sebuah dulang (panja), sambil diikuti bunyi Gendang Tasa yang bertalu-talu serta hoyak tabuik lenong yang mengebu-gebu.
Festival Tabuik
Tanggal 10 Muharam
Pukul 04.00 WIB dini hari kesepuluh, dua bagian dasar dan puncak tabuik mulai disatukan menjadi sebuah Tabuik lengkap dengan suatu upacara yang disebut “Tabuik Naik Pangkat”. Setelah disatukan kedua bagian tabuik tersebut terlihatlah kemegahan tabuik menculang kelangit dengan ketinggian 7-8 meter, hal tersebut terjadi di dua tempat Tabuik Pasar dan Tabuik Subarang.
Setalah matahari mulai naik, keluarlah arak -arakan tabuik dengan Burak memmbawa jari jari dan saroban seperti dikisahkan sebelumnya.
Dalam pelaksanaan Pesta Tabuik 2 tabuik akan di festivalkan dalam suatu upacara di pusat
Sore harinya tabuik dibuang ketengah sawang (ke laut), seakan-akan burak terbang membawa arak-arakan naik ke langit,
Sebelum tabuik dibuang disimpan (saroban, jari-jari karena diantaranya ada yang terbuat dari emas dan dipergunakan lagi pesta tahun-tahun selanjutnya.
Upacara pembuangan tabuik ditutup dengan doa pelepas arak-arakan. Setelah terbuangnya tabuik maka para pengunjung berbondong- bondonglah pulang, dalam hati masing- masing mengenangkan peristiwa itu, diantaranya ada yang mengucapkan kalimat berbunyi : A;i Bidayo, Ali Bidansyah, Yaa Hosen, namun pengertian dari kata-kata itu tidak pula pernah menjadi pertanyaan bagi pengikut tabuik sejak dulunya.
PENUTUP
Tiap-tiap gerakan yang bersangkutan dengan upacara tabuik ini dipelopori dengan arak-arakan bendera yang merupakan lambang dalam barisan perang, dipersenjatai secara simbolik dengan dua buah sewah yang tonggaknya dililit dengan kain tiga warna (merah-kuning-hitam). Arak-arakan digembirakan dengan gendang tasa seakan-akan genderang perang yang menghembuskan semangat juang pada tentara yang sedang menuju
Tiga hari sesudah tabuik dibuang, daragapun (yang tidak dari batu) dibuang ke laut, artinya dibuang syarat-syarat yang terpakai untuk membuat daraga itu.
Tabuik Piaman
Tabuik Piaman
Tabuik adalah sebuah benda berbentuk beranda bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, rotan dan bambu. Berat Tabuik kira-kira sekitar 500 kilogram dengan ketinggian 15 meter.
Bagian bawah Tabuik berbentuk badan seekor kuda besar bersayap lebar dan berkepala “wanita” cantik berjilbab. Kuda gemuk itu dibuat dari rotan dan bambu dengan dilapisi kain beludru halus warna hitam dan pada empat kakinya terdapat gambar kalajengking menghadap ke atas.
Kuda tersebut merupakan simbol kendaraan Bouraq yang dalam cerita zaman dulu adalah kendaraan yang memiliki kemampuan terbang secepat kilat.
Pada bagian tengah Tabuik berbentuk gapura petak yang ukurannya makin ke atas makin besar dengan dibalut kain beludru dan kertas hias aneka warna yang ditempelkan dengan motif ukiran khas Minangkabau.
Di bagian bawah dan atas gapura ditancapkan “bungo salapan” (delapan bunga) berbentuk payung dengan dasar kertas warna bermotif ukiran atau batik.
Pada bagian puncak Tabuik berbentuk payung besar dibalut kain beludru dan kertas hias yang juga bermotif ukiran. Di atas payung ditancapkan patung burung merpati putih.
Di kaki Tabuik terdapat empat kayu balok bersilang dengan panjang masing-masing balok sekitar 10 meter. Balok-balok itu digunakan untuk menggotong dan “menghoyak” Tabuik yang dilakukan sekitar 50 orang dewasa.
Tabuik dibuat oleh dua kelompok masyarakat Pariaman, yakni kelompok Pasar dan kelompok Subarang. Tabuik dibuat di rumah Tabuik secara bersama-sama dengan melibatkan para ahli budaya dengan biaya mencapai puluhan juta rupiah untuk satu Tabuik.
Setelah Tabuik siap maka pada hari puncak digotong dan diarak di jalan-jalan utama dengan diiringi dentuman alat musik tambur dan atraksi musik gandang tasa yang disaksikan hingga ratusan ribu
Dua tabuik kemudian bertemu di Pantai Gandoriah Pariaman, lalu kembali dihoyak disaksikan ratusan ribu
Sejarah Tabuik
Dalam sejarah orang Pariaman, Tabuik pertama kali diperkenalkan anggota pasukan Islam “Thamil” yang menjadi bagian pasukan Inggris saat penjajah Provinsi Bengkulu tahun 1826 di bawah pimpinan Jendral Thomas Stamfort Raffles.
Saat itu setiap menyambut tahun baru, pasukan Thamil menggelar pesta Tabuik yang di Bengkulu bernama “Tabot”. Setelah perjanjian London 17 Maret 1829, antara pemerintah Inggris dan Belanda keluar keputusan Inggris harus meninggalkan Bengkulu dan menerima daerah jajahan Belanda di Singapura.
Sebaliknya Belanda berhak atas daerah-daerah jajahan Inggris di Indonesia termasuk Bengkulu dan wilayah Sumatera lainnya.
Berkaitan dengan perjanjian itu, serdadu Inggris “angkat kaki” dari Bengkulu, namun pasukan “Thamil” memilih bertahan dan melarikan diri ke Pariaman, Sumatera Barat yang saat itu terkenal sebagai daerah pelabuhan yang ramai di pesisir barat pulau Sumatera.
Karena pasukan Thamil mayoritas muslim, mereka dapat diterima masyarakat Pariaman yang saat itu juga tengah dimasuki ajaran Islam. Terjadilah pembauran dan persatuan termasuk dalam bidang sosial-budaya.
Salah satu pembauran budaya ditunjukkan dengan diperkenalkannya tradisi budaya Tabuik oleh pasukan Thamil kepada warga Pariaman dan diterima dengan baik yang akhirnya menjadi tradisi budaya dan tidak terpisahkan dari kehidupan warga Pariaman hingga saat ini.
Makna pesta Tabuik dimaksudkan untuk memperingati kematian dua orang cucu Nabi Muhammad SAW, yakni Hasan dan Hosen yang memimpin pasukan kaum muslim saat bertempur melawan kaum Bani Umayah dari Syria pimpinan Raja Yazid dalam perang Karbala di Mekkah.
Dalam pertempuran, Hosen wafat secara tidak wajar dan berkat kebesaran Allah SWT, jenazah Hosen tiba-tiba diusung ke langit menggunakan kendaraan “Bouraq” dengan peti jenazah yang disebut Tabot.
Kendaraan Bouraq yang disimbolkan dengan wujud kuda gemuk berkepala wanita cantik menjadi bagian utama bangunan Tabuik yang diarak sepanjang Kota Pariaman dalam pesta Tabuik setiap memasuki tahun baru Islam hingga saat ini.
Pesta Tabuik diadakan setiap tanggal 1 sampai 10 Muharram (Kalender Islam), dimulai di Pasar Pariaman dan diarak ke Pantai Gandoriah Pariaman di Kabupaten
(Sumber: berbagai sumber)
TABUIK PARIAMAN
Piaman terkenal dengan Budaya Tabuik, selain itu kami juga memperkenalkan segala sesuatu yang istimewa di Piaman ini. Masih belum banyak orang tahu akan Piaman ini selama ini... dan besar harapan kami lewat blog inilah semoga Piaman dikenal di mata dunia,amin.......
Sejarah Tabuik
Tabuik adalah sebuah benda berbentuk beranda bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, rotan dan bambu. Berat Tabuik kira-kira sekitar 500 kilogram dengan ketinggian 15 meter. Bagian bawah Tabuik berbentuk badan seekor kuda besar bersayap lebar dan berkepala “wanita” cantik berjilbab. Kuda gemuk itu dibuat dari rotan dan bambu dengan dilapisi kain beludru halus warna hitam dan pada empat kakinya terdapat gambar kalajengking menghadap ke atas.
Kuda tersebut merupakan simbol kendaraan Bouraq yang dalam cerita zaman dulu adalah kendaraan yang memiliki kemampuan terbang secepat kilat. Pada bagian tengah Tabuik berbentuk gapura petak yang ukurannya makin ke atas makin besar dengan dibalut kain beludru dan kertas hias aneka warna yang ditempelkan dengan motif ukiran khas Minangkabau.
Di bagian bawah dan atas gapura ditancapkan “bungo salapan” (delapan bunga) berbentuk payung dengan dasar kertas warna bermotif ukiran atau batik. Pada bagian puncak Tabuik berbentuk payung besar dibalut kain beludru dan kertas hias yang juga bermotif ukiran. Di atas payung ditancapkan patung burung merpati putih.
Di kaki Tabuik terdapat empat kayu balok bersilang dengan panjang masing-masing balok sekitar 10 meter. Balok-balok itu digunakan untuk menggotong dan “menghoyak” Tabuik yang dilakukan sekitar 50 orang dewasa.
Tabuik dibuat oleh dua kelompok masyarakat Pariaman, yakni kelompok Pasar dan kelompok Subarang. Tabuik dibuat di rumah Tabuik secara bersama-sama dengan melibatkan para ahli budaya dengan biaya mencapai puluhan juta rupiah untuk satu Tabuik.
Setelah Tabuik siap maka pada hari puncak digotong dan diarak di jalan-jalan utama dengan diiringi dentuman alat musik tambur dan atraksi musik gandang tasa yang disaksikan hingga ratusan ribu